Selasa, 23 November 2010

MODEL-MODEL PEMBELAJARAN INOVATIF

Model-model pembelajaran tersebut, adalah
model problem solving dan reasoning, model inquiry training, model problembased
instruction, model pembelajaran perubahan konseptual, model group
investigation.
1. Pembelajaran menurut Paradigma Konstruktivistik
Sebuah paradigma yang mapan yang berlaku dalam sebuah sistem boleh jadi
mengalami malfungsi apabila paradigma tersebut masih diterapkan pada sistem yang telah
mengalami perubahan. Paradigma yang mengalami anomali tersebut cenderung
menimbulkan krisis. Krisis tersebut akan menuntut terjadinya revoluasi ilmiah yang
melahirkan paradigma baru dalam rangka mengatasi krisis yang terjadi (Kuhn, 2002).
Paradigma konstruktivistik tentang pembelajaran merupakan paradigma alternatif yang
muncul sebagai akibat terjadinya revolusi ilmiah dari sistem pembelajaran yang cenderung
berlaku pada abad industri ke sistem pembelajaran yang semestinya berlaku pada abad
pengetahuan sekarang ini.
Menurut paradigma konstruktivistik, ilmu pengetahuan bersifat sementara terkait
dengan perkembangan yang dimediasi baik secara sosial maupun kultural, sehingga
cenderung bersifat subyektif. Belajar menurut pandangan ini lebih sebagai proses regulasi
diri dalam menyelesikan konflik kognitif yang sering muncul melalui pengalaman konkrit,
wacana kolaboratif, dan interpretasi. Belajar adalah kegiatan aktif siswa untuk membangun
pengetahuannya. Siswa sendiri yang bertanggung jawab atas peistiwa belajar dan hasil
belajarnya. Siswa sendiri yang melakukan penalaran melalui seleksi dan organisasi
pengalaman serta mengintegrasikannya dengan apa yang telah diketahui. Belajar
merupakan proses negosiasi makna berdasarkan pengertian yang dibangun secara personal.
Belajar bermakna terjadi melalui refleksi, resolusi konflik kognitif, dialog, penelitian,
pengujian hipotesis, pengambilan keputusan, yang semuanya ditujukan untuk
memperbaharui tingkat pemikiran individu sehingga menjadi semakin sempurna.
Paradigma konstruktivistik merupakan basis reformasi pendidikan saat ini. Menurut
paradigma konstruktivistik, pembelajaran lebih mengutamakan penyelesaian masalah,
mengembangkan konsep, konstruksi solusi dan algoritma ketimbang menghafal prosedur
dan menggunakannya untuk memperoleh satu jawaban benar. Pembelajaran lebih dicirikan
oleh aktivitas eksperimentasi, pertanyaan-pertanyaan, investigasi, hipotesis, dan modelmodel
yang dibangkitkan oleh siswa sendiri. Secara umum, terdapat lima prinsip dasar
yang melandasi kelas konstruktivistik, yaitu :
(1) meletakkan permasalahan yang relevan dengan kebutuhan siswa,
(2) menyusun pembelajaran di sekitar konsep-konsep utama,
(3) menghargai pandangan siswa,
(4) materi pembelajaran menyesuaikan terhadap kebutuhan siswa,
(5) menilai pembelajaran secara kontekstual.
Hal yang lebih penting, bagaimana guru mendorong dan menerima otonomi siswa,
investigasi bertolak dari data mentah dan sumber-sumber primer (bukan hanya buku teks),
menghargai pikiran siswa, dialog, pencarian, dan teka-teki sebagai pengarah pembelajaran.
Secara tradisional, pembelajaran telah dianggap sebagai bagian “menirukan”suatu
proses yang melibatkan pengulangan siswa, atau meniru-niru informasi yang baru
disajikan dalam laporan atau quis dan tes. Menurut paradigma konstruktivistik,
pembelajaran lebih diutamakan untuk membantu siswa dalam menginternalisasi,
membentuk kembali, atau mentransformasi informasi baru.
Untuk menginternalisasi serta dapat menerapkan pembelajaran menurut
paradigma konstruktivistik, terlebih dulu guru diharapkan dapat merubah pikiran sesuai
dengan pandangan konstruktivistik. Guru konstruktivistik memiliki ciri-ciri sebagai
berikut.
1. Menghargai otonomi dan inisiatif siswa.
2. Menggunakan data primer dan bahan manipulatif dengan penekanan pada keterampilan berpikir kritis.
3. Mengutamakan kinerja siswa berupa mengklasifikasi, mengananalisis, memprediksi,dan mengkreasi dalam mengerjakan tugas.
4. Menyertakan respon siswa dalam pembelajaran dan mengubah model atau strategi pembelajaran sesuai dengan karakteristik materi pelajaran.
5. Menggali pemahaman siswa tentang konsep-konsep yang akan dibelajarkan sebelum sharing pemahamannya tentang konsep-konsep tersebut.
6. Menyediakan peluang kepada siswa untuk berdiskusi baik dengan dirinya maupun dengan siswa yang lain.
7. Mendorong sikap inquiry siswa dengan pertanyaan terbuka yang menuntut mereka untuk berpikir kritis dan berdiskusi antar temannya.
8. Mengelaborasi respon awal siswa.
9. Menyertakan siswa dalam pengalaman-pengalaman yang dapat menimbulkan kontradiksi terhadap hipotesis awal mereka dan kemudian mendorong diskusi.
10. Menyediakan kesempatan yang cukup kepada siswa dalam memikirkan dan mengerjakan tugas-tugas.
11. Menumbuhkan sikap ingin tahu siswa melalui penggunaan model pembelajaran yang beragam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar